Gembelgaul.com Mengenal M.Aan
Mansyur tak bisa dilepaskan dari ikon Rangga dan Cinta dalam AADC(Ada Apa
Dengan Cinta?) pasca
Tiada Ada New York
Ini yang melambungkan dirinya. Menengok kumpulan puisi yang berbeda dalam
Cinta Yang Marah, puisi-puisi panjang
yang menjamak menjadi prosa liris. Menceritakan kegetiran antara kau dan aku,
sepasang kekasih saling mengomel tak kunjung bertemu dan memandu kasih.
Ada framen-framen potongan berita peristiwa
reformasi 21 Mei 1998 yang menyesakkan bagi bangsa ini. Terpurukan ekonomi,
lengsernya Soeharto sampai penjarahan berakibatkan eksodus etnis Tionghoa dari
negeri ini. Semua itu dipadukan dan
direkam bersamaan dengan puisi-pusi Aan Mansyur. Mungkin terlalu tidak mencolok
dan sedikit dikaburkan dalam kisah cinta yang tragis, Aan Mansyur menceritakan
dengan absurd.
“suara
biola yang mengantar mayat kau dipemakaman: tangis aku
Juga
tentu saja aku menuliskan obituari singkat untuk aku dan dimuat di halaman
koran persis di samping obituari aku sendiri” hal 11
Diksi-diksi dalamnya begitu halus
hingga gampang dicerna, tak berbelit-belit dan selalu diakhiri dengan
melankolis. Aan Mansyur menceritakan sebuah kisah romantis dengan satir bahwa semua
berhubungan dengan cinta adalah luka, penderitaannya tiada akhir dan dibawa
dalam kubur sekalipun.
“sambil
mengenang perpisahan aku dan kau, saat napas lepas dari tubuh kau dan masuk
memenuhi tubuh aku.
sambil
mencari waktu yang tepat untuk merasakan bagaimana pisau melepas napas kau dari
tubuh aku
jika
mungkin” hal 86
Dialog-dialog
yang tersaji sebagai kritikan dan umpatan terhadap peristiwa Mei terjadi. Aan
melakukan kritik tidak secara meledak-ledak, umpatan yang tak mau didengar oleh
siapapun. Aan mencoba membiaskan dalam kata-kata yang dilebur dalam puisi
prosanya.
Seperti halnya jargon Seno Gumira
Ajidarma, “jika pers dibungkam, sastra yang berbicara”. Tugas penyair tidak
hanya memberikan rayuan mendayu-mendayu tapi juga sumbangsih karyanya sebagai pengkritisi
dan pembeda di lingkup sekitar kita. Ini tersaji semu di halaman 82.
“kadang-kadang
aku dengar nama kau bergulir jadi munir. Kadang-kadang aku dengar tumbuh jadi
thukul. Kadang-kadang terdiri dari sejumlah huruf aneh dan selalu salah
disebutkan, kadang-kadang nama raja yang mati jatuh dari kursi”
Aan merekam peristiwa Mei dengan
kata-kata yang tidak riuh hanya simbol-simbol penanda jaman. Macam raja jatuh,
menjadi munir dan thukul yang dimana mereka pasti paham abad apa yang mereka
tinggali. Tahun dimana suara-suara represif yang segera dihilangkan dan yang
tertinggal hanyalah istirahatlah kata-kata.
Aan memang tidak gamblang dalam
menceritakan cuplikan-cuplikan Mei itu tapi core
dari Cinta Yang Marah ini adalah
cinta dan selalu cinta. Cinta yang sederhana menjadi rumit karena manusia itu
sendiri dalam pikiran dan perasaan, dua hal yang tak mudah dipahami. Dari
puisi-puisi Aan ini, ada saya sukai dan mungkin favorit diantara semuanya.
“jika
aku betul-betul menikah dengan lelaki yang tidak mampu membuat aku berhenti
mencintai kau itu, bolehkan aku menuliskan tato, nama kecil kau, dipayudara aku?”
hal 74
Buku
ini tidak sarankan untuk yang patah hati atau kasmaran karena Aan sepertinya
menyuruh kita menjauhi cinta, jangan masuk jika bukan pemain. Hal yang kau
temui hanyalah luka.gembelgaul
Judul :
Cinta Yang Marah
Penulis :
M.Aan Mansyur
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan 1 :
2017
ISBN :
9786020355375
Hal :
93 hlm
Harga :
55 ribu
Komentar
Posting Komentar