Kawah Ijen memang negeri diatas awan.
Gembelgaul.com
- Sebelum pernah naik dari jalur Banyuwangi pakai Honda Vario (Januari 2022)
tapi hanya sampai pos paltuding saja karena belum planning naik hanya survei.
Jalanan via Banyuwangi favorit bagi para pendaki untuk menuju ke kawah ijen
tapi orang-orang sekitar memperingatkan bahwa jangan memakai motor matic karena
rawan rem blong.
Awalnya tidak
pecaya tapi saat kembali dari kawah ijen yang sebelumnya mampir ke kawah Wurung
Bondowoso yang satu jalan dari kawah ijen. Jalanan menuju Banyuwangi ini
turunannya sangat tajam hingga harus menekan rem belakang dan depan secara
bersamaan. Ini tak bagus, ini menyebabkan rem cakram panas dan tekanan minyak
rem mendidih hingga menyebabkan tekanan oli ke kaliper hilang.
Hampir saja
menabrak pembatas jalan, meluncur deras dan berusaha menahan handling agar
tidak bersenggol dengan pengendara. Syukur pas turunan landai, mengurangi gas
dan hanya mengandalkan rem belakang. Mau tak mau kedua kaki turun untuk menjadi
rem kedua, syukur alhamdullilah terhenti dengan agak terperosok di pinggir
jalan.
Setelah
dicek ternyata benar rem cakram panas sekali dan harus didinginkan, diputuskan
istirahat dulu dan kebetulan ada warung untuk minum kopi. Kejadian inilah yang
akhirnya untuk naik ke kawah ijen dengan matic jangan lewat jalur banyuwangi,
berbahaya !.
Naik Kawah Ijen pakai matic Honda Genio Aman Jaya, kebetulan pakai oli 20W 40 dari Vorlube
Turing
Via Bondowoso lebih aman
Next Trip
memakai jalur Bondowoso pakai Honda Genio 2020 melewati desa Sempol Bondowoso
yang diklaim jalanan lebih landai dan bersahabat untuk motor matic dan kejadian
rem blong tidak terjadi lagi.
Berbonceng
dengan M.Ihsan Izzuddin calon dokter Unair surabaya, melaju dengan kecepatan
70-80 km/jam dengan berat masing-masing 76 kg. Tentang spesifikasi dan
persiapan Honda Genio sebelum naik kawah ijen pernah diulas disini.
Jam 1 siang
start dengan estimasi 3 jam perjalanan, ada sedikit perhentian untuk makan
siang di warung Tumbin daerah Jelbuk demi menambah energi. Start lagi dari
Jelbuk menuju kota Bondowoso ditempuh 45 menit, jalan lancar karena volume
kendaraan tidak begitu penuh. Melewati Maesan, Grujugan sampai alun-alun
Bondowoso. Monumen gerbong maut jadi penanda memasuki kota Bondowoso, menemui
perempatan lampu merah terus belok kanan ke arah Situbondo.
Tinggal
mengikuti jalan arah Tenggarang kita ada menemui plang Ijen Geo Park, belok
kanan dan ini memakan 2 jam. Perjalanan disini disuguhi pemandangan indah
jejeran gunung Raung dan buthak selama perjalanan. Jalanan mulus dengan aspal
tidak bopeng-bopeng, tidak akan menyiksa ban dan sok yang akan mengakibatkan
pinggang bonyok. Pokoknya aman jaya deh buat ngetrek smooth.
Berhenti
dipintu masuk Ijen Geo Park untuk istirahat sejenak dan isi bensin eceran,
kebetulan di pos pintu masuk jualan bensin botolan 10 ribu per botol cukup
untuk perjalan pulang. Tinggal 1 jam masuk paltuding, perjalanan terasa mulai
dingin maka diputuskan memakai jaket double dan sarung tangga.
Pas jam 5
sore lebih 15 menit tiba di paltuding, terlihat sepi hanya beberapa pendaki
sedang bersantai di warung kopi sekitar parkiran. Karena baru jam 2 pagi baru
dibuka pendakian, kita berdua bersantai diwarung arah pintu masuk dan harus
menunggu 8 jam. Ini dikarenakan tidak membawa tenda jadi harus ngemper di
warung dengan memesan mie instan dan teh paling paling untuk melawan suhu 13
derajat ke bawah ini.
Awalnya
kita pikir tidak ada pendaki yang akan naik ke puncak tapi salah sangka, pada
pukul 12 malam menuju jam 1 pagi banyak berdatangan. Kebanyakan dari dari turis
luar negeri mulai India, Singapura, Itali, Amerika, Jerman dan banyak lagi.
Kebetulan mereka dibawa travel agent dari Banyuwangi dan percakapan mereka mampir
ke Bali, Bromo terus ke Ijen.
Jam 2
pagi Kawah Ijen Dibuka
Mendekati
jam 1.30 kami siap-siap untuk mendaki, sebelum beli tiket lebih dulu seharga
Rp.15.000 perorang dan parkir Rp.5000.
Itu harus mendaftar via online, scan barcode yang ada diloket kemudian
bayar terus tinggal masuk. Ini dibutuhkan untuk data para pendaki jika terjadi
sesuatu akan tahu data diri.
Jam 1.55
kita naik kepuncak, jalanan sedikit landai tapi terus menanjak. Pas musim kemarau hingga jalan
tanah tidak becek, disini diwajibkan mempunyai paru-paru kuat. Mulai pos 1
sampai pos 3 gejala kekurangan oksigen sudah terasa, ngos-ngosan apalagi
ketinggian ijen 2.769 mpdl. Pos 1 dan 2 tidak begitu terawat seperti gelap dan
tak digunakan lama, hanya pas pos 3 ada penjual kopi dan minuman.
Disini kami
membeli 2 botol Aqua untuk persiapan hiking ke atas biarpun lebih mahal dari
indomaret, 1 liter aqua dihargai 5 ribu perak sedangkan di alfamart mungkin
sekitar 3 ribu. Tapi its worthed, ini dibutuhkan selama 2 jam kedepan untuk
mencapai puncak. Apalagi jalanan semakin menanjak dan kadar oksigen mulai
tipis, sekitar jam 3 pagi kita telah sampai pada pos terakhir disini ada toilet
dan warung untuk membeli kudapan atau buang air. Karena dingin selalu beser
jadi diputuskan pipis terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan kembali
Sekitar 30
menit tibalah kita di puncak gunung ijen tapi masih terlihat gelap, napas sudah
ngos-ngosan tapi lega sedah sampai. Tapi…
Ada seorang
pemandu atau warga lokal berteriak “Ayo Kalau mau ke Blue Fire cepat turun,
karena jika sudah sunrise tidak bisa dilihat lagi”
Ajakan itu
menggiurkan tapi lutut dan napas sudah nggak diajak kompromi, ini belum
turunnya. Tapi Ihsan mengajak untuk turun, hati ini sedikit was-was karena
harus turun ke kawah dengan gelap gulita dan hanya dilengkapi senter saja.
Wajib ke Blue Fire tapi estimasi waktu tidak bisa mengejar Sunrise.
Perjalanan
terjal menuju Blue Fire
Dihati merasa
ini agak kecut tapi demi melihat blue fire yang ada di dunia selain Norwegia
hanyalah disini. Kita harus melalui jalan terjal yang curam, hanya bebatuan
jika tidak hati-hati akan teperosok. Aku sendiri harus extra hati-hati karena
jika cedera akan susah untuk kembali dengan beban itu. Semakin jauh masuk, bau
belerang begitu menyengat. Sebelumnya di pintu masuk ada yang menawari masker
khusus dengan harga sewa 25 ribu per buah, jadi mencoba sewa satu untuk menghemat.
Setelah
bergulat lama dengan bebatuan yang curam dan terjal akhirnya tiba di apa yang
dinamakan blue fire. Sebuah api abadi berwarna biru yang menyala di dasar kawah
dan hanya bisa dilihat di gelap malam. Karena banyak wisatawan yang
berkerumunan jadi tidak bisa mengabadikan total apalagi bau belerang yang
begitu menyengat biarpun sudah double masker. Membuka sedikit saja langsung
diserang batuk, ini sangat bahaya jika keracunan.
Tidak makan
waktu lama, kita naik keatas. Posisi naik ke atas lebih sulit lagi, butuh extra
tenaga tapi dengan semangat untuk melihat sunrise di puncak kita lanjut. Ini
terasa sulit kenapa? Karena selain naik yang susah, jalan kecil terjal dan
harus berpapasan dengan pendaki lainnya yang ingin turun jadi kita sedikit
mengalah memberi jalan. Itupun bukan harus weekend, sudah crowded sedikit
didominasi turis manca negara.
Sinar matahari
mulai menembus kabur kawah ijen, kamipun sampai dengan energi tersisa dan
terpuaskan dengan view pemandangan yang menakjubkan. Kami agak lama di puncak
biarpun tidak mendapatkan sunrise, gara-gara itu kaki Ihsan kram hingga perlu
penangangan extra. Kita istirahat extra, untuk memulihkan kram tersebut sambil
sejenak foto-foto mengabadikan view yang begitu dashyat yang melebih gunung Bromo.
Ini benar-benar negeri diatas awan.
Kami
sedikit agak lama mungkin jama jam 7 pagi di puncak kawah ijen, kemudian
diputuskan untuk turun. Nah ini perjalanan agak sulit karena Ihsan sedikit Kram
dan aku mulai kerasa kejang dibagian lutut. Akhirnya kami putuskan pelan-pelan
untuk turun, agak hal yang unik di kawah ijen ada Ojek.
Lihat blue fire wajib pakai masker khusus.
Jika lelah
turun, Ada Ojek Gunung
Apa itu ojek
gunung, ini sebuah gerobak yang dioperatorkan satu orang lokal yang bisa memuat
1 orang penumpang. Jika dari puncak dikenai 200 ribu tapi bisa beruha jika
sudah turun di pos 3 atau 4 menjadi 100 ribu. Ini memang pemasukan lokal untuk
penduduk setempat selain penambang batu belerang, hasilnya cukup lumayan, jika
naik turun bisa mengantongi 400 ribu per hari jika dalam seminggu bisa 2,1 juta.
Penghasilan menggiurkan tapi butuh energi dan tubuh yang kuat untuk pekerjaan
ojek gunung ini.
Kita butuh 2
jam untuk turun dengan tongkat kayu yang kita temukan dijalan, bertatih-tatih
kita berhasil keluar ke pintu pos masuk. Kita agak malu, karena selalu disalip
para turis-turis bule itu. Stamina mereka begitu joss, untuk naik gunung perlu
paru-paru yang kuat memang.
Kita
kembali ke warung yang kita start awal untuk istirahat dan memesan nasi goreng
untuk mengisi energi untuk pulang. Istirahat sejenak dengan tidur 30 menit
sebelum go again with honda Genio. Perjalanan pulang tidak ada kendala berarti,
mesin 100 cc kick stater loss no rewel. Kembali selama 3 jam mulus mendarat ke
kota jember.
Kesimpulannya
naik matic macam Honda Genio aman jaya via Bondowoso, tidak terjadi overheat
dan rem blong karena tikungan tanjakan tidak extrem. Jika ingin turing
sekaligus hiking ke Kawah Ijen bisa jadi rekomendasi. ggc
Komentar
Posting Komentar